Di era dimana internet sudah dipergunakan hampir disemua aspek kehidupan, mulai dari sekedar bersosial media, kegiatan promosi, toko online, atau bahkan lebih jauh seperti IoT. Privasi seolah hanya jadi bagian abu-abu. Ada batas yang sangat tipis antara aman atau “aman”.
Walau saya sangat tertarik menganalisa data yang dikumpulkan menggunakan Google Analytic, fakta bahwa data yang mereka kumpulkan terlalu detail kadang bisa bikin saya jadi semakin yakin bahwa mungkin nanti kita tidak akan peduli lagi info tentang kita tersimpan dimana.
Google sebenarnya sudah menyampaikan bahwa mereka tidak pernah menjual data pengguna. Mereka menggunakannya hanya untuk mereka sendiri. Untuk memberi rekomendasi tontonan di Youtube, menyesuaikan iklan di Google Search, dan yang paling mengganggu adalah iklan di Gmail.
Opt-out dari semua pendataan yang dilakukan Google Analytic sebenarnya bisa dilakukan. Bahkan implementasinya sangat mudah. Saya pun nanti akan menambahkannya di blog ini.
Fakta bahwa tidak semua website menyediakan fungsi untuk opt-out bisa dibilang tidak menghormati privasi pengguna. Lucunya juga, Google sendiri padahal juga merilis Google Analytic opt-out browser add-on, yang tersedia untuk beberapa browser.
Tapi walaupun kita bisa menggunakan add-on untuk browser, tracking yang dilakukan pada era ini tidak hanya bisa dilakukan di browser. Contohnya saja dari sebuah smartphone, saat pertama dinyalakan pun sudah berpotensi mengirim data ke vendor, ke operator, ke pemerintah.
Tengok saja ke Github, ada banyak data-set yang berhamburan, dibagikan secara publik. Walau sebagian besar tidak berisi info pribadi, fakta bahwa data sebanyak itu bisa di kumpulkan sudah cukup mengagetkan harusnya.
Tidak mengagetkan memang kalau perusahaan besar tertarik untuk mengumpulkan data pengguna mereka. Fakta bahwa dengan data tersebut pula mereka bisa improve tidak bisa dipungkiri. Tidak hanya untuk perusahaan besar, bahkan untuk UMKM pun mungkin berguna.
Dengan mengetahui bagaimana pengguna/pembeli/pemakai memakai layanan/produk yang diberikan, maka pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya bisa lebih memiliki dasar acuan yang kuat. Makanya sekarang pengolahan data pun memiliki studi yang bercabang. Data mining, data visualization, data science, dan sebagainya.
Seharusnya kita sebagai pengguna bisa diberi pilihan lebih. Mungkin sesederhana seperti percakapan berikut:
- Halo, terimakasih sudah menggunakan layanan kami. Kami menggunakan teknologi A, B, C untuk mengumpulkan data pengguna. Dengan data tersebut kami bisa melakukan improve terhadap layanan kami. Jika kamu memilih untuk tidak di track, silakan klik tombol dibawah dan kami tidak akan mengumpulkan data kecuali yang kami perlukan.
- Oh ok. Sudah saya klik ya. Saya tidak mau ikut tracking kalian lagi
- Ok. Terimakasih.
Lebih baik lagi kalau kumpulkan seminimal mungkin. Konsep ini dipakai oleh Piratepx. Piratepx menggunakan file gambar berukuran 1x1 pixel, sangat kecil memang. Data yang dikumpulkan hanya tersimpan selama 30 hari. Piratepx seolah cuma mengumpulkan data tentang pengguna ada dimana. Bagian mana dari layanan kita yang di track yang banyak dipakai. Hanya sebatas itu.
Lebih baik lagi, tanya ke pengguna boleh atau tidak untuk melakukan tracking data mereka. Konsep ini dipakai oleh Offen. Pengguna pun bisa melihat data apa yang sudah dikumpulkan. Pengguna bisa menghapus apa info yang tidak mau mereka bagikan. Fair, simple, elegan.
Lebih baik lagi, jangan lakukan tracking. Tapi ini jadi membuat pengambilan keputusan jadi kurang akurat. Seolah hanya menerka kemana arah target market bergerak tanpa tahu kemana sebenarnya market bergerak.
Seharusnya pun ada standar sejauh mana sebuah layanan bisa “memanen” data pengguna mereka. Memang sudah ada, walau tidak banyak negara yang menerapkan. Untuk mereka yang tinggal di Eropa, ada GDPR. Di US khusus untuk California, ada CCA.
Sedangkan di Indonesia, jadi sebuah lahan basah karena belum adanya hukum yang bersifat mengikat mengenai privasi. Enjoy!
Komentar